Waspada, Gelombang Ketiga Covid-19 Bisa Terjadi Dalam Waktu Dekat!

Redaksi | 21 Desember 2021 | 06:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Kasus Covid-19 di Indonesia memang mulai terkendali. Hal ini dilihat dari Positivity rate nasional yang sudah di bawah 5 persen. Meski demikian, banyak kalangan menilai pemerintah dan masyarakat tidak boleh berpuas diri. Kemungkinan gelombang ketiga sangat mungkin terjadi.

Menurut Tri Yunis Miko Wahyono, ahli  epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, kemungkinan tersebut bisa terjadi salah satunya didorong mobilitas masyarakat yang kembali meningkat. Padahal, saat ini cakupan vaksinasi masih di bawah 50 persen.

“Gelombang adalah peak atau puncak, kalau menurut saya gelombang yang terjadi di Indonesia adalah puncak bukan wabah, jadi dari pertama sampai sekarang ya wabahnya belum selesai-selesai," kata Miko kepada awak media belum lama ini.

Pada gelombang ketiga, dia memprediksi terjadi selambatnya Maret 2022, dengan jumlah kasus di bawah 20.000. Hal ini berbeda dengan gelombang Covid-19 pada Desember 2020 dan Juli 2021 yang masing-masing mencapai 40.000 hingga 50.000 kasus.

“Jadi sekarang akan menuju puncak lagi, yaitu puncak ketiga kalau, kemudian gelombang ini, atau puncak ketiga ini, akan menimbulkan puncak yang lebih kecil dari Juni 2021, dan mungkin lebih kecil dari Desember 2020, kasus hariannya tidak akan menyentuh 20 ribu,” papar Miko.

Dia juga menyebut, efek dari antibodi pasca vaksinasi dan pasca terinfeksi Covid-19 menjadi penyebabnya. Kedua faktor ini membantu menurunkan laju penularan kasus Corona.

“Cuma menurut saya menurunnya di angka berapa itu yang menjadi tanda tanya begitu, karena testing tracing belum maksimal. Jangan dimaknai ini terkendali, tapi kalau menurun saya setuju,” tuturnya.

Pengendalian sistematis

Sementara itu, ahli epidemiologi dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Dr Masdalina Pane, menilai bahwa potensi lonjakan kasus Covid-19 tak bisa dipicu oleh mobilitas masyarakat saja.

Tanpa peningkatan mobilitas pun, lanjut dia, potensi lonjakan kasus tetap ada selama kasus masih ditemukan. Belum lagi masih ada Unusual Epidemic Event (UEE) yang kerap terjadi, contoh saja varian Delta.

"Epidemiolog juga melakukan prediksi, tapi bukan untuk memprediksi kenaikan dan penurunan jumlah kasus, tapi untuk membuat strategi pengendalian yang efektif dan efisien. Terutama merencanakan logistik dan pelayanan kesehatan jika terjadi peningkatan," papar Pane.

Menurutnya, sepanjang pengendalian dilakukan secara sistematis, semestinya ekonomi, pendidikan dan kehidupan sosial tidak akan terpengaruh. Yang jadi persoalan, analisis tersebut bisa mewarnai kebijakan, tetapi tidak mampu memprediksi Unusual Epidemic Event.

Pane mencontohkan, lonjakan kasus Covid-19 yang sempat terjadi mulai Juli 2021 terjadi dalam kondisi larangan mudik sudah diterapkan. Hal tersebut membuktikan, meskipun mobilitas turun, peningkatan eksponensial tetap terjadi akibat varian Delta.

"Lebih baik pemerintah mempersiapkan semua infrastruktur, agar jangan sampai pasien susah dapat tempat tidur, jangan sampai oksigen tidak tersedia, obat-obatan hilang dari pasaran, test susah, vaksin susah. Enggak boleh itu terjadi,” ujar Pane.

Penulis : Redaksi
Editor: Redaksi
Berita Terkait